Adapun alasan-alasan yang membuat kerajaan-kerajaan memilih jalan damai dari pada saling berperang, bisa berbeda-beda.mungkin dua kerajaan yang berbatasan sama kuat, mungkin tidak ada pemimpin yang mempunyai ambisi politik menguasai wilayah lain, mungkin saja masing-masing menantikan saat dan kesempatan yang baik untuk mengadakan peperangan dengan sementara mengadakan hubungan persahabatan dulu, mungkin pula kerajaan tetangga lebih lemah mempunyai sekutu yang cukup kuat untuk membantu apabila diserang, mungkin pula ada faktor-faktor lain yang memutuskan kerajaan bersangkutan lebih senang memelihara perdamaian dari pada berperang satu sama lainnya. Dan untuk kali akan membahas tentang "Alasan Cirebon Tidak Diserang oleh Sultan Agung Mataram". silahkan simak ulasan dibawah ini!
Cirebon tidak pernah diserang, malahan tidak ada rencana Mataram untuk menyerang kerajaan ini. Menurut Rijckloff van Goens, utusan VOC telah lima kali ditugaskan ke Mataram (1648-1654). Sejak zaman Panembahan Senopati sudah dipelihara hubungan yang erat dalam suasana perdamaian (groote correspon-dentie on foede vreede). Sebelum Senopati wafat ia telah berpesan pula kepada puteranya agar tetap memelihara hubungan yang baik ini, mungkin (kata van Goens) “ karena Cirebon dianggap orang suci” (guansuis, omdat den Cheribonder voor hem’t geloof hadde aengenoomen ende een heilige man was) (H. J. Graaf, 1954: 116). Seperti diketahui, raja-raja Cirebon adalah keturunan Sunan Gunung Jati, sehingga dapat dimengerti bahwa Mataram masih menghormati Cirebon sebagai kerajaan yang lebih tua. Pada masa Sultan Agung memerintah di Mataram, raja Cirebon yang terkenal dengan sebutan “Panembahan Ratu” yang beusia lebih tua daripada raja Mataram dan dianggap guru Sultan Agung. Pada tahun 1636 raja tua ini berkunjung ke Mataram dan dengan demikian menunjukkan penghormatan kepada Sultan yang telah menguasai sebagian besar pulau Jawa.
Di lain pihak Cirebon mulai khawatir akan kekuatan Mataram yang semakin besar, sehingga dalam pertentangan Mataram dengan VOC, Cirebon berusaha menempuh jalan tengah. Jadi walaupun ada suasana perdamaian antara Cirebon dengan Mataram, sewaktu-waktu bisa bertemu dengan hal-hal yang bersembunyi di balik hubungan persahabatan itu. Misalnya, ketika De Haan yang diutus Kompeni pada 1622 mampir ke Cirebon dalam perjalanannya menuju ibu kota Mataram. Sultan Agung menyatakan rasa kesalnya bahwa utusan VOC itu lebih dahulu mengunjungi Cirebon sebelum datang ke Mataram. Begitu pula pada 1629 ketika sejumlah kapal Kompeni sedang berjalan menyusur pantai utara, raja Cirebon mengajak mereka supaya “ mengirimkan beberapa kapal ke kotanya dan menembak tanpa peluru, dengan maksud mengelabui Mataram”. Rupanya Cirebon takut bahwa Mataram akan menganggapnya sebagai kawan Kompeni. Cirebon hendak dipergunakan Sultan Agung sebagai penghubung antara Mataram dengan Banten. Sering Cirebon harus bertindak sebagai perantara dalam komunikasi antara kedua kerajaan tersebut, sehingga dapat dimengerti bahwa kedudukannya sangat sulit juga pada waktu pertentangan antara Mataram dengan Banten menjadi tegang. Dalam posisi yang demikian, akhirnya Cirebon yang pada saat itu sudah pecah belah dalam Kasepuhan dan Kanoman, lebih suka memilih proyeksi Kompeni Belanda pada tahun 1681 (H. J. De Graaf, 1954: 274-280).
Sumber bacaan: Graaf, H. J. De, 1954. De regering van Panembahan Senopati Ingalaga. Den Haag
Demikianlah ulasan terkait Alasan Cirebon Tidak Diserang oleh Sultan Agung Mataram yang pada kesempatan ini, semoga bermanfaat bagi anda pengunjung maupun pembaca, sekian dan kurang lebihnya mohon Maaf